Kamis, 29 September 2016

Hakikat manusia menurut plato

Memahami makhluk Tuhan yang bernama manusia sungguh sangat sukar sekali. Berbagai macam pandangan para tokoh mengenai manusia. Ahli mantic (logika) menyatakan bahwa manusia adalah “Hayawan Natiq” (manusia adalah hewan berpikir), seorang ahli filsafat yaitu Ibnu Khaldun menyatakan bahwa manusia itu madaniyyun bi al-thaba atau manusia adalah makhluk yang bergantung kepada tabiatnya. Sedangkan Aristoteles berpendapat bahwa manusia adalah “zoon political” atau “political animal (manusia adalah hewan yang berpolitik).

Mengenai sifat makhluk yang bernama manusia itu sendiri yakni bahwa makhluk itu memiliki potensi lupa atau memiliki kemampuan bergerak yang melahirkan dinamisme, atau makhluk yang selalu atau sewajarnya melahirkan rasa senang, humanisme dan kebahagiaan pada pihak-pihak lain juga manusia itu pada hakikatnya merupakan makhluk yang berfikir, berbicara, berjalan, menangis, merasa, bersikap dan bertindak serta bergerak.

Hakikat manusia menurut Plato:

Menurut Plato, martabat manusia sebagai pribadi tidak terbatas pada mulainya jiwa bersatu dengan raga, jiwa tidak berada lebih dulu sebelum manusia atau pribadi adalah jiwa itu sendiri. Sedangkan badan oleh Plato yang disebut sebagai alat yang berguna sewaktu masih hidup di dunia ini, tetapi badan itu di samping berguna sekaligus juga memberati usaha jiwa untuk mencapai kesempurnaan, yaitu kembali kepada dunia “ide”.

Sedangkan jiwa berada sebelum bersatu dengan badan. Persatuan jiwa dengan badan merupakan hukuman, karena kegagalan jiwa untuk memusatkan perhatianya kepada dunia “ide”, jadi manusia mempunyai Pra-eksistensi yaitu sudah ada sebelum dipersatukan dengan badan dan jatuh kedunia ini.

Jiwa manusia sering dimengerti sebagai suatu benda halus atau suatu makhluk halus yang merasuki, meresapi serta menggunakan badan untuk mewujudkan cita-cita jiwa. Terkadang pula jiwa manusia digambarkan atau dibayangkan persis seperti tubuhnya hanya saja tidak bisa diraba atau ditangkap sifat dari jiwa juga tergantung pada tarafnya..

Taraf tertinggi yaitu rasional, di dalam manusia mengandaikan dukungan dari taraf-taraf yang lebih rendah, yaitu taraf anarganik (benda mati) taraf vegetatif (tumbuhan) dan taraf sensitif (binatang).

Dalam taraf rasional atau manusia pembaharuan merupakan peristiwa yang terus menerus terjadi. Pembaharuan menjadi begitu efektif di dalam sejarah kehidupan manusia, karena di dalam diri manusia terdapat kesadaran intelektual yang mempunyai kemampuan sangat efektif untuk menyederhanakan pengalaman dan memberi tekanan kepada segi yang dianggap penting sambil menyingkirkan yang dianggap tidak relevan.

Kemampuan itu disebut kemampuan abstraksi, kemampuan abstraksi disini berfungsi sebagai rasio atau budi sebagai yang menjalankan pemerintah atas keseluruhan ataupun bagian-bagian di dalam manusia.

Di dalam manusia terdapat 2 sumber bagi munculnya kebaruan yang satu merupakan hasil dari koordinasi yang ketat dari tubuh manusia sebagaimana juga terdapat pada binatang, dan yang lain dari identitas yang hebat dari fungsi intelektual.

Perlu disadari bahwa budi tidak identik dengan jiwa, budi meskipun menduduki posisi tertinggi dan memegang dominasi atas bagian-bagian lain, hanyalah bagian dari jiwa, jiwa manusia adalah keseluruhan kompleks kegiatan mental dari taraf yang paling rendah sampai yang paling tinggi emosi, kenikmatan, harapan, ketakutan, penyesalan, penilaian dari macam-macam pengalaman mental inilah yang merupakan unsur-unsur pembentukan “jiwa manusia”, dan jiwa manusia itu ditandai dengan mental.

Menurut plato,  jiwa manusia adalah entitas non material yang dapat terpisah dari tubuh. Menurutnya, jiwa itu ada sejak sebelum kelahiran, jiwa itu tidak dapat hancur alias abadi. Lebih jauh Plato mengatakan bahwa hakikat manusia itu ada dua, yaitu rasio dan kesenangan (nafsu). Dua unsur hakikat ini dijelaskan oleh Plato dengan pemisalan seseorang yang makan kue atau minum sesuatu ia makan dan ia minum. Ini kesenangan, sementara rasionya tahu bahwa makanan dan minuman itu berbahaya  baginya.

Pada bagian lain Plato berteori bahwa jiwa manusia memiliki tiga elemen, yaitu roh, nafsu, dan rasio. Dalam operasinya ia mengandaikan roh itu sebagai kuda putih yang menarik kereta bersama kuda hitam (nafsu), yang dikendalikan oleh kusir yaitu rasio yang berusaha mengontrol laju kereta.

Dalam hal hidup bermasyarakat, Plato berpendapat bahwa hidup bermasyarakat itu merupakan keharusan bagi manusia; manusia tidak dapat hidup sendirian. Seseorang yang hidup di pulau sendirian akan sulit hidup karena aktivitas kemanusiaan seperti persahabatan, bermain, politik, seni dan berpikir tidak terjadi di pulau itu. Implikasi teori ini ialah manusia itu harus memiliki bakat dan minat yang berbeda antara seorang dengan lainnya, dan dari situ akan muncul spesialisasi  dan pembagian kerja.

Plato dan Aristoteles menyatakan hakikat manusia terletak pada pikirnya. Berdasarkan tiga unsur hakikat manusia, Plato membagi manusia menjadi tiga kelompok. Pertama, manusia yang didominasi oleh rasio yang hasrat utamanya ialah meraih pengetahuan;kedua manusia yang didominasi oleh roh yang hasrat utamanya ialah meraih reputasi; ketiga, manusia yang didominasi nafsu yang hasrat utamanya pada materi. Tugas rasio adalah mengontrol roh dan nafsu.

Taraf pengalaman mental manusia terdiri dari penngalaman-pengalamn mental yang begitu kompleks, kegiatan mental yang kompleks ini merupakan kesatuan dari emosi, rasa senang (enjoyment), harapan, kekhawatiran dan ketakutan penyesalan penilaian terhadap macam-macam alternatif serta macam-macam keputusan, pengalaman mental mempunyai dasarnya di dalam pengalamn fisik.

Badan juga berfungsi sebagai bidang ekspresi manusia. Jiwa manusia adalah kesatuan kompleks dari kegiatan mental, dari yang paling rendah ke yang bersifat intelektual.

Mengenai kedudukan manusia yang paling menarik adalah sendiri dalam lngkungan yang diselidiki pula. Ternyata penyelidikan mengenai lingkungan ini lebih (dianggap) memuaskan dari pada penyelidikan tentang manusia itu sendiri.

Plato dan Aristoteles menyatakan hakikat manusia terletak pada pikirnya. Bicara masalah hidup manusia itu memang unik, hidup adalah aktivitas, dan segala aktivitas membawa besertanya masalah-masalah tertentu. Masalah-masalah termaksud harus dipecahkan dengan berhasil untuk menjadikan manusia itu sesuatu yang sukses. Masalah-masalah tesebut dibagi 2 kategori, yaitu masalah immediate problem dan masalah asasi (utimmate problems).

Immediate problems ialah masalah-masalah praktis sehari-hari , masalah yang kembali kepada keperluan-keperluan pribadi yang mendesak dan masalah seperti: administrasi negara, produksi, konsumsi dan distribusi. Kemudian masalah asasi manusia, maka setiap manusia yang memperhatikan hidup dengan serius akan mendapatkan dirinya berhadapan muka dengan masalah-masalah asasi tersebut. Setelah ia merasakan desakan, beban dan liku-liku hidup.

Manusia Mempunyai Pengetahuan

Pengetahuan adalah bagi makhluk yang mempunyainya apakah dia manusia, malaikat atau binatang suatu kekayaan dan kesempurnaan. Dengan adanya pengetahuan yang dimilikinya manusia bisa memahami dirinya sendiri dan keberadaanya. Pengetahuan lebih merupakan suatu cara berada dari pada suatu cara mempunyai. Aktivitas itu tidak berupa penyitaan  atau pemilikan benda-benda, sebaliknya berupa keterbukaan terhadap mereka.

Jadi pengetahuan adalah suatu kegiatan memengaruhi subjek yang mengetahui dalam dirinya. Dia adalah suatu ketentuan yang memperkaya eksistensi subyek.

Seputar Manusia

Kita menyadari diri kita meskipun sebagai satu kesatuan yang utuh, namun diri kita jelas terdiri dari bagian-bagian dan aspek-aspek yang begitu kaya, terdiri dari badan dan jiwa yang masing-masing kegiatan, kemampuan dan gaya serta perkembanganya sendiri.

Para pendukung fanatik tradisi yang boleh disebut kaum konservatif, kurang lebih berpegang pada keyakinan bahwa manusia adalah makhluk yang lemah, tidak tetap dan tidak dapat diramalkan secara logis. Sebab kodrat manusia telah rusak berat dan tidak tersembuhkan karena telah dicederai oleh dosa asal, atau sejenis itu. Sedangkan para pendukung revolusioner, yang biasanya disebut kaum liberal berpendapat bahwa manusia pada hakikatnya baik dan bisa mencapai kesempurnaan.

Mengenai badan manusia dan strukturnya di dalam ini berproses secara sederhana biasa dikatakan bahwa kutub visi berfungsi secara khusus pada awal proses. Kutub fisiklah yang menangkap atau menerima bahan atau pengelolaan yang telah disajikan oleh dunia, sedangkan kutub mental berkegiatan untuk mengelola bahan tersebut sampai pada tahap kepenuhan diri.

Dengan demikian menjadi jelas bahwa badan harus dimengerti secara luas, yaitu sebagai hasil dari seluruh proses yang bersifat objektif, tidak berubah dan menjadi bahan bagi kutub fisik dari pengada-pengada baru. Di dalam pengertian yang digunakan disini, badan bukan hanya terbatas pada tubuh, tetapi segala bentuk ekspresi yang bisa diamati pada manusia yang telah selesai berproses setiap saatnya, misalnya saja termasuk di dalamnya, bagaimana seorang tertawa, menangis, berjalan, lari, duduk, tidur dan seterusnya untuk saat ini kita memusatkan perhatian kita pada tubuh manusia.

Sumber:

-          Zakcy Syata, Filsafat Manusia (Terbit Terang : Surabaya)

-          Hardono Hadi, Jati Diri Manusia (Kanisius : Yogyakarta, 1996)

-          Poejdja Wijatna, Manusia dengan Alamnya (Bina Aksara : Jakarta, 1983)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar