Minggu, 16 Oktober 2016

Dimensi filsafat dalam agama

Apabila dikaji hubungan antara filsafat dan agama dalam sejarah kadang-kadang dekat dan baik, dan kadang-kadang jauh dan buruk. Ada kalanya para agamawan merintis perkembangan filsafat. Ada kalanya pula orang beragama merasa terancam oleh pemikiran para filosof yang kritis dan tajam. Para filosof sendiri kadang-kadang memberi kesan sombong, sok tahu, meremehkan wahyu dan iman sederhana umat.
Kadang-kadang juga terjadi bentrokan, di mana filosof menjadi korban kepicikan dan kemunafikan orang-orang yang mengatasnamakan agama. Socrates dipaksa minum racun atas tuduhan atheisme padahal ia justru berusaha mengantar kaum muda kota Athena kepada penghayatan keagamaan yang lebih mendalam. Filsafat Ibn Rusyd dianggap menyeleweng dari ajaran-ajaran Islam, ia ditangkap, diasingkan dan meninggal dalam pembuangan. Abelard (1079-1142) yang mencoba mendamaikan iman dan pengetahuan mengalami pelbagai penganiayaan. Thomas Aquinas (1225-1274), filosof dan teolog terbesar Abad Pertengahan, dituduh kafir karena memakai pendekatan Aristoteles (yang diterima para filosof Abad Pertengahan dari Ibn Sina dan Ibn Rusyd). Giordano Bruno dibakar pada tahun 1600 di tengah kota Roma. Sedangkan di zaman moderen tidak jarang seluruh pemikiran filsafat sejak dari Auflklarung dikutuk sebagai anti agama dan atheis.
Pada akhir abad ke-20, situasi mulai jauh berubah. Baik dari pihak filsafat maupun dari pihak agama. Filsafat makin menyadari bahwa pertanyaan-pertanyaan manusia paling dasar tentang asal-usul yang sebenarnya, tentang makna kebahagiaan, tentang jalan kebahagiaan, tentang tanggungjawab dasar manusia, tentang makna kehidupan, tentang apakah hidup ini berdasarkan sebuah harapan fundamental atau sebenarnya tanpa arti paling-paling dapat dirumuskan serta dibersihkan dari kerancuan-kerancuan, tetapi tidak dapat dijawab. Keterbukaan filsafat, termasuk banyak filosof Marxis, terhadap agama belum pernah sebesar dewasa ini.
Sebaliknya agama, meskipun dengan lambat, mulai memahami bahwa sekularisasi yang dirasakan sebagai ancaman malah membuka kesempatan juga. Kalau sekularisasi berarti bahwa apa yang duniawi dibersihkan dari segala kabut adiduniawi, jadi bahwa dunia adalah dunia dan Allah adalah Allah, dan dua-duanya tidak tercampur, maka sekularisasi itu sebenarnya hanya menegaskan apa yang selalu menjadi keyakinan dasar monotheisme. Sekularisasi lantas hanya berarti bahwa agama tidak lagi dapat mengandalkan kekuasaan duniawi dalam membawa pesannya, dan hal itu justru membantu membersihkan agama dari kecurigaan bahwa agama sebenarnya hanyalah suatu legitimasi bagi sekelompok orang untuk mencari kekuasaan di dunia. Agama dibebaskan kepada hakekatnya yang rohani dan adiduniawi (agama, baru menjadi saksi kekuasaan Allah yang adiduniawi apabila dalam mengamalkan tugasnya tidak memakai sarana-sarana kekuasaan, paksaan dan tekanan duniawi.
Kritik ideologi itu dibutuhkan agama dalam dua arah. Pertama terhadap pandangan-pandangan saingan, terutama pandangan-pandang- an yang mau merusak sikap jujur, takwa dan bertanggungjawab. Fisafat tidak sekedar mengutuk apa yang tidak sesuai dengan pandangan kita sendiri, melainkan mempergunakan argumentasi rasional. Agama sebaiknya menghadapi ideologi-ideologi saingan tidak secara dogmatis belaka, jadi hanya karena berpendapat lain, melainkan berdasarkan argumentasi yang obyektif dan juga dapat dimengerti orang luar.
Arah kedua menyangkut agamanya sendiri. Filsafat dapat mempertanyakan, apakah sesuatu yang oleh penganut agama dikatakan sebagai termuat dalam wahyu Allah, memang termasuk wahyu itu. Jadi, filsafat dapat menjadi alat untuk membebaskan ajaran agama dari unsur-unsur ideologis yang menuntut sesuatu yang sebenarnya tidak termuat dalam wahyu, melainkan hanya berdasarkan sebuah interpretasi subyektif. Maka filsafat membantu pembaharuan agama. Berhadapan dengan tantangan-tantangan zaman, agama tidak sekedar menyesuaikan dirinya, melainkan menggali jawabannya dengan berpaling kembali kepada apa yang sebenarnya diwahyukan oleh Allah.
Sumber :
ferrywn.blogspot.com/2013/10/dimensi-dimensi-dalam-filsafat.htmlDimensi Filsafat dalam Agama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar